Ambon,RadarNews.id--Pemilik Lahan dikawasan tambang emas Gunung Botak (GB), Kabupaten Buru, Maluku, menyoroti keberadaan sedikitnya sepuluh koperasi tambang yang beroperasi tanpa memiliki lahan resmi di wilayah tersebut.
Mereka menilai, aktivitas koperasi ini menimbulkan keresahan karena dianggap menyerobot lahan milik masyarakat adat yang telah diwariskan turun-temurun.
MS salah satu tokoh masyarakat setempat dan juga pemilik lahan kepada awak media mengungkapkan bahwa para pemilik koperasi tambang di Gunung Botak tidak memiliki dasar kepemilikan lahan yang sah.
“Pemilik koperasi ini mereka tidak punya lahan. Gunung Botak dan sekitarnya ada pemilik yang sah, selama memberi kesempatan kepada para penambang kecil untuk bekerja mencari nafkah,” ujarnya, Sabtu kemarin.
Ia menegaskan, aktivitas tambang rakyat di kawasan itu sudah menjadi bagian dari sumber penghidupan warga.
Banyak keluarga menggantungkan biaya hidup dan pendidikan anak-anak mereka dari hasil tambang emas tradisional di Gunung Botak.
“Tanpa Gunung Botak, kami tidak mungkin mampu sekolahkan anak-anak sampai ke Jawa atau Ambon. Banyak juga yang bisa masuk tentara atau polisi karena dibiayai dari hasil tambang ini,”kata dia.
Para pemilik lahan mengaku mendukung langkah pemerintah daerah untuk menertibkan penambangan ilegal, namun mereka meminta agar sebelum dilakukan legalisasi tambang, masyarakat kecil diberi ruang untuk tetap menambang.
“Kami tidak menolak penertiban, tapi pemerintah harus lebih dulu memeriksa siapa yang benar-benar memiliki hak atas lahan. Jangan sampai koperasi yang tidak punya lahan justru diberi izin, sementara pemilik sah tersingkir,” katanya.
Menurutnya, pembagian lahan di wilayah Kayu Putih dan sekitarnya sudah berlangsung sejak masa leluhur, dan setiap dusun memiliki batas-batas kepemilikan yang diakui secara adat.
Karena itu, mereka menilai keberadaan koperasi tambang yang tiba-tiba mengklaim wilayah tersebut merupakan bentuk penyerobotan dan menyalahi aturan.
Mereka menduga, keberanian koperasi untuk beroperasi di kawasan tanpa izin jelas tidak terlepas dari adanya dukungan pihak tertentu.
Bahkan dicurigai adanya keterlibatan oknum pemerintah daerah dan pihak investor yang bermain di balik nama koperasi.
“Kelihatannya ada oknum-oknum yang memanfaatkan koperasi sebagai kedok. Mereka menggunakan kekuatan politik dan modal untuk menguasai lahan masyarakat,” ungkap MS.
Warga berharap pemerintah daerah bertindak tegas dan transparan dalam menelusuri legalitas koperasi-koperasi tersebut.
Mereka juga minta agar proses penertiban dilakukan secara adil, dengan mempertimbangkan hak-hak masyarakat lokal yang selama ini bergantung pada tambang Gunung Botak sebagai sumber ekonomi utama.

