Terkait Penghentian Penyeledikan Kasus Pengelolaan Ruko Mardika
AMBON, RadarNews.id . — Keputusan Kejaksaan Tinggi Maluku menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Ruko Pasar Mardika masih menyisakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Maluku.
Di tengah dihentikannya proses hukum tersebut, terdapat kewajiban keuangan yang disebut-sebut belum dipenuhi oleh pihak pengelola, PT Bumi Perkasa Timur, dan hingga kini belum masuk ke kas daerah.
Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur George Watubun, menilai persoalan tersebut tidak bisa dianggap selesai hanya dengan penutupan penyelidikan. Menurut dia, Pasar Mardika dan ruko-ruko yang berada di kawasan itu merupakan aset strategis daerah yang seharusnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dikatakan bahwa, ketika hak daerah tidak diterima secara penuh, maka negara dirugikan dan masyarakat ikut menanggung dampaknya.
“Yang menjadi perhatian kami bukan semata proses hukumnya, tetapi bagaimana hak keuangan daerah itu dipenuhi. Kalau memang ada kewajiban yang belum disetor, maka harus ada kejelasan dan pertanggungjawaban. DPRD berkewajiban mengawal agar keuangan publik tidak dirugikan,” kata Benhur kepada wartawan usai rapat paripurna di kantor DPRD Maluku, Kamis (18/12/25).
Lebih lanjut, Benhur mengungkapkan bahwa DPRD Provinsi Maluku telah menerima surat balasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) DPRD mengenai pengelolaan Ruko Pasar Mardika.
Temuan tersebut sebelumnya telah direkomendasikan agar ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Menurut dia, respons dari KPK menunjukkan bahwa persoalan tersebut masih memiliki ruang untuk ditelusuri lebih lanjut.
"DPRD akan menggunakan kewenangan konstitusionalnya dengan memanggil Kejaksaan Tinggi Maluku, pihak kepolisian, serta instansi terkait lainnya untuk meminta penjelasan secara terbuka," tegasnya.
Langkah itu dinilai penting guna memastikan pengelolaan aset daerah berjalan transparan dan akuntabel, sekaligus memberikan kepastian kepada publik terkait nasib keuangan daerah.
Ketua PDIP Maluku itu, mendorong pemerintah daerah memanfaatkan momentum pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai dasar pembenahan tata kelola PAD.
Ia menilai sektor pasar dan pengelolaan aset daerah harus menjadi prioritas agar potensi penerimaan daerah tidak terus mengalami kebocoran.
DPRD Provinsi Maluku, lanjut Benhur, berkomitmen untuk terus mengawal persoalan pengelolaan Ruko Pasar Mardika hingga terdapat kejelasan mengenai penyelesaian kewajiban keuangan yang menjadi hak daerah.
“Selama masih ada hak daerah yang belum dipenuhi, DPRD akan tetap berada di garda pengawasan. Ini soal tanggung jawab terhadap keuangan daerah dan kepentingan masyarakat Maluku,” pungkas Benhur.
Tak Cukup Bukti
Diberitakan sebelumnya, Kejati Maluku resmi menghentikan sementara penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan 140 ruko di Pasar Mardika tahun 2017. Keputusan ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan terhadap puluhan saksi dianggap belum memberikan bukti yang kuat.
Sejumlah saksi yang telah dimintai keterangan antara lain Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Maluku, Yahya Kotta, Kabid Aset, hingga Kasi Penetapan dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Ambon. Namun, hingga saat ini, Direktur PT Bumi Perkasa Timur (BPT), Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, belum juga diperiksa.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy, membenarkan penghentian sementara kasus yang menyeret PT BPT tersebut. "Iya benar, sudah dihentikan sementara karena belum ditemukan bukti kuat. Jika nanti ada bukti baru yang cukup, penyelidikan akan dilanjutkan," ujar Ardy kepada Ambon Ekspres via WhatsApp, Kamis (11/12).
Kasus ini mencuat berdasarkan rekomendasi Pansus DPRD Provinsi Maluku yang menemukan dugaan pelanggaran jual-sewa ruko oleh PT BPT. Dari temuan Pansus, terdapat 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang telah membayar total Rp18,8 miliar kepada PT BPT.
Namun, PT BPT dilaporkan hanya menyetorkan Rp5 miliar ke kas daerah (Rp250 juta pada 2022 dan Rp4,75 miliar pada 2023). Selain masalah setoran, Pansus juga mengendus kejanggalan dalam proses pemenangan tender pemanfaatan 140 ruko milik Pemprov Maluku tersebut. (JP)
